Irama Jiwa – aktivitas membacakan dongeng bagi anak sering kali tersingkir oleh layar gawai dan video animasi. Padahal, membacakan dongeng bukan hanya tradisi masa lalu, melainkan investasi emosional dan kognitif yang sangat berharga. Manfaat membaca dongeng jauh melampaui hiburan sebelum tidur; ia adalah jendela imajinasi, wadah moral, dan sarana komunikasi batin antara orang tua dan anak.
Ketika anak mendengarkan dongeng, dunia di kepalanya mulai terbentuk. Ia membayangkan naga yang bisa bicara, putri yang menyelamatkan kerajaan, atau binatang yang bersahabat. Imajinasi bukan sekadar khayalan kosong. Justru dari sanalah anak-anak mulai mengenal konsep abstrak, berpikir di luar batas, dan membangun kemampuan berpikir kreatif.
Studi psikologi perkembangan menunjukkan bahwa anak yang rutin mendengarkan dongeng memiliki daya cipta lebih tinggi dalam memecahkan masalah. Imajinasi mereka bukan hanya memunculkan cerita baru, tetapi juga membantu mereka memahami berbagai situasi kehidupan nyata dengan pendekatan berbeda. Misalnya, melalui tokoh kelinci yang cerdik, anak belajar bahwa masalah bisa diatasi bukan hanya dengan kekuatan fisik, tetapi juga dengan kecerdasan dan empati.
Baca Juga : Jangan Sepelekan Imajinasi Anak: Kunci Kecerdasan yang Bikin Otak Lebih Tajam
Dongeng memperkenalkan anak pada struktur bahasa, intonasi, dan ragam ekspresi. Saat orang tua membaca dengan nada penuh emosi, anak bukan hanya menyimak cerita, tetapi juga belajar tentang perasaan: sedih, senang, takut, marah, dan bahagia. Ini membantu anak mengenali serta menamai emosinya sendiri sebuah keterampilan penting untuk membangun kecerdasan emosional.
Lebih dari itu, membaca dongeng menumbuhkan kebiasaan mendengarkan aktif. Anak diajak menyimak cerita, mengajukan pertanyaan, bahkan menebak akhir cerita. Kemampuan ini sangat penting untuk pembentukan komunikasi dua arah yang sehat, baik di lingkungan keluarga maupun sekolah.
Dongeng klasik seperti “Si Kancil”, “Bawang Merah dan Bawang Putih”, atau “Legenda Danau Toba” menyimpan pelajaran moral yang tak lekang oleh waktu. Nilai seperti kejujuran, kebaikan, kerja keras, atau keberanian disampaikan secara halus tanpa kesan menggurui. Ini membuat anak lebih mudah menyerap dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui alur cerita dan konflik antar tokoh, anak juga belajar tentang dinamika sosial: bagaimana bekerja sama, menghindari iri hati, hingga memahami bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi. Semakin sering anak terpapar cerita dengan nilai positif, semakin kaya pula referensinya dalam memahami kehidupan nyata.
Simak Juga : Pemeriksaan Kesehatan Anak Frekuensi Ideal Pemeriksaan Fisik
Di sela kesibukan orang tua, membacakan dongeng bisa menjadi momen tenang yang membangun kedekatan. Sentuhan, tatapan, dan suara lembut saat membacakan cerita menciptakan rasa aman dan nyaman bagi anak. Momen ini membantu anak merasa dicintai dan diperhatikan, yang merupakan fondasi utama bagi tumbuh kembang mentalnya.
Tak jarang pula, dari dongeng sederhana, lahir obrolan hangat yang tak terduga. Anak bisa tiba-tiba bertanya, “Kenapa si serigala jahat, ya?” atau, “Aku boleh jadi seperti pangeran itu, nggak?” Pertanyaan semacam ini membuka ruang diskusi dan pemahaman yang dalam antara orang tua dan anak.
Lebih dari sekadar kegiatan malam hari, membacakan dongeng adalah pintu masuk menuju budaya literasi. Ketika anak terbiasa mendengarkan cerita, ia akan tumbuh dengan rasa ingin tahu tinggi terhadap buku, tulisan, dan informasi. Rasa cinta pada buku dimulai dari kebiasaan kecil yang konsisten.
Manfaat membaca dongeng tak hanya terlihat dalam imajinasi yang berkembang, tetapi juga dalam pembentukan karakter, kecakapan berbahasa, dan kepekaan sosial. Di tengah arus konten digital yang begitu deras, menyisihkan waktu 10–15 menit untuk membacakan cerita bisa menjadi langkah sederhana namun berdampak besar.
Kini saatnya kita menghidupkan kembali tradisi membaca dongeng sebagai warisan budaya yang membentuk generasi lebih kreatif, lebih peduli, dan lebih cerdas.