Irama Jiwa – Psikolog klinis Analisa Widyaningrum menegaskan bahwa musik untuk anak tidak harus selalu bernada ceria atau gembira. Dalam temu media Parentalk Festival 2025 di Jakarta, ia menjelaskan bahwa musik justru menjadi sarana penting bagi anak untuk mengenal dan mengekspresikan berbagai macam emosi.
Menurutnya, musik untuk anak memiliki peran besar dalam membantu anak memahami dunia dan dirinya sendiri. Anak-anak memiliki kebutuhan emosional yang berbeda sesuai usia dan tahap perkembangannya. Musik bukan sekadar hiburan, melainkan juga alat belajar yang membantu mereka mengenali perasaan seperti bahagia, sedih, takut, hingga semangat. Semua itu menjadi bagian dari proses belajar tentang emosi dan komunikasi.
Ana menambahkan, orangtua berperan besar dalam membantu anak memahami makna dari musik yang mereka dengarkan. Jika anak mendengarkan lagu bernada sedih, orangtua dapat hadir dan menjelaskan konteksnya dengan cara yang lembut dan edukatif. Pendampingan ini membantu anak belajar mengenali dan mengelola emosinya tanpa harus menekan perasaan sedih atau negatif.
“Musik tidak harus selalu ceria, karena justru melalui lagu dengan berbagai nuansa emosi, anak bisa belajar mengekspresikan diri dengan sehat,” ujar Ana.
Peran orangtua menjadi kunci utama dalam mendampingi anak ketika mereka menikmati musik. Setiap anak memproses emosi secara berbeda tergantung pada usianya. Misalnya, anak di bawah enam tahun mungkin belum bisa memahami makna kesedihan secara kompleks. Ketika mereka mendengarkan lagu bernada sedih, kehadiran orangtua membantu memberikan rasa aman serta pemahaman yang sesuai.
Di sisi lain, anak usia remaja sudah mampu mengaitkan lagu dengan pengalaman pribadi atau perasaan yang lebih dalam. Oleh karena itu, cara komunikasi orangtua juga harus menyesuaikan. Orangtua disarankan untuk tetap terbuka, mendengarkan, dan mendukung anak mengekspresikan perasaannya melalui musik.
Ana menekankan bahwa pendampingan orangtua bukan hanya soal memilih lagu, tetapi juga hadir secara emosional. Interaksi kecil seperti bernyanyi bersama, menanyakan pendapat anak tentang lagu tertentu, atau sekadar mendengarkan bersama dapat memperkuat ikatan emosional antara anak dan orangtua.
Baca Juga : Biznet Gio Luncurkan Layanan AI untuk Transformasi Digital
Musik sering kali hadir bersama video klip yang menarik bagi anak-anak. Menurut Ana, video musik yang dikemas dengan baik dan ramah anak dapat menjadi alat pembelajaran yang efektif. Anak usia di bawah 12 tahun sangat bergantung pada pengamatan visual untuk memahami dunia di sekitarnya. Ketika mereka menonton video musik, otak mereka bekerja untuk menghubungkan antara apa yang dilihat dan didengar.
Integrasi antara gambar, suara, dan gerakan ini membantu mengembangkan koneksi antara otak kanan dan kiri. Hal tersebut tidak hanya memperkaya pengalaman belajar anak, tetapi juga mendukung perkembangan kognitif dan motoriknya. Anak yang terbiasa menonton video edukatif dengan musik cenderung lebih mudah memahami konsep baru karena stimulasi yang mereka dapatkan bersifat menyeluruh.
Selain itu, musik dengan video yang sesuai usia juga dapat menjadi sarana anak untuk mengekspresikan kreativitas. Mereka bisa meniru gerakan, mengenali warna, atau bahkan mencoba membuat versi lagu mereka sendiri. Aktivitas seperti ini menumbuhkan kepercayaan diri dan kemampuan berimajinasi.
Ana mengungkapkan bahwa paparan musik yang baik sejak usia dini dapat memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan otak anak. Musik melatih kemampuan fokus, daya ingat, serta koordinasi antara pendengaran dan motorik. Ketika anak menari mengikuti irama atau menyanyikan lirik lagu, bagian otak yang mengatur gerakan dan bahasa bekerja secara bersamaan.
Stimulasi ini membantu anak menjadi lebih adaptif dan kreatif dalam berpikir. Tidak hanya itu, musik juga memicu keluarnya hormon dopamin yang memberikan rasa bahagia. Ketika anak merasa senang, proses belajar menjadi lebih efektif. Oleh karena itu, musik sebaiknya tidak hanya dijadikan hiburan, tetapi juga sebagai bagian dari kegiatan belajar sehari-hari di rumah maupun di sekolah.
Dalam praktiknya sebagai psikolog, Ana sering menemui anak-anak dengan keterlambatan bicara atau speech delay. Ia menjelaskan bahwa salah satu penyebab umum masalah ini adalah kurangnya interaksi antara anak dan orangtua. Musik dapat menjadi jembatan untuk memperbaiki komunikasi tersebut.
Ketika anak mendengarkan lagu, mereka belajar mengamati ekspresi wajah dan intonasi suara. Aktivitas ini membantu mereka mengenal ritme komunikasi dan memperkaya kosakata. Saat orangtua ikut bernyanyi atau menirukan ekspresi dalam lagu, tercipta momen interaktif yang memperkuat bonding emosional.
Selain itu, musik memberikan peluang bagi anak dengan speech delay untuk belajar berbicara tanpa tekanan. Melalui nyanyian, mereka dapat berlatih mengucapkan kata-kata dengan lebih alami. Semakin sering interaksi seperti ini dilakukan, semakin baik perkembangan bahasa dan kepercayaan diri anak.
Musik tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai jembatan komunikasi antara anak dan orangtua. Ketika anak bernyanyi dan orangtua merespons dengan senyuman, pelukan, atau ikut bernyanyi bersama, terbentuk hubungan emosional yang kuat. Momen sederhana seperti ini dapat meningkatkan rasa aman dan kedekatan dalam keluarga.
Ana menegaskan bahwa setiap bentuk interaksi musikal, sekecil apa pun, memiliki nilai dalam pembentukan karakter dan kepekaan emosional anak. Karena itu, penting bagi orangtua untuk tidak hanya memilih lagu yang ceria, tetapi juga membuka ruang bagi anak mengenal berbagai emosi melalui musik.
Simak Juga : Manfaat Olahraga Ringan: Meningkatkan Sirkulasi Darah dan Energi Tubuh