Irama Jiwa – Tes kepribadian seperti Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) dan Enneagram semakin dikenal luas di kalangan masyarakat. Banyak individu menggunakan tes ini untuk memahami sifat dan perilaku diri, sementara beberapa perusahaan menjadikannya sebagai bagian dari proses seleksi karyawan. Popularitas kedua tes ini juga merambah ke bidang pendidikan. Di mana guru dan konselor memanfaatkannya untuk menilai karakter dan gaya belajar siswa.
Kendati digunakan secara luas, popularitas tidak selalu berarti validitas ilmiah. Para pakar psikologi menilai bahwa MBTI dan Enneagram memiliki keterbatasan serius dan tidak memenuhi standar penelitian psikologi modern. Menurut laporan Psychology Today, Dr. Merve Emre, penulis buku The Personality Brokers: The Strange History of Myers-Briggs and the Birth of Personality Testing, menyatakan bahwa industri tes kepribadian telah berkembang pesat dengan nilai pasar mencapai dua miliar dolar, dengan MBTI menjadi yang paling populer. Ironisnya, MBTI bukan hasil penelitian ilmiah, melainkan dikembangkan oleh Katharine Briggs dan putrinya, Isabel Myers. Yang sama sekali tidak memiliki latar belakang psikologi formal.
Baca Juga : Musik Untuk Anak Tidak Harus Selalu Bernada Ceria
Para ahli menilai tes kepribadian populer ini memiliki sejumlah kelemahan fundamental. Beberapa poin penting terkait masalah ilmiah dan reliabilitas MBTI dan Enneagram antara lain:
Kelemahan-kelemahan ini menjadi alasan mengapa banyak akademisi meragukan penggunaan kedua tes kepribadian ini sebagai alat ilmiah. Hanya karena tes ini populer dan mudah diakses, bukan berarti hasilnya akurat atau dapat dijadikan patokan tetap.
Selain masalah ilmiah, MBTI dan Enneagram juga berpotensi menimbulkan dampak psikologis negatif bagi individu. Beberapa risiko yang bisa muncul meliputi:
Menurut pandangan Carl Jung, kepribadian manusia bersifat dinamis dan kompleks. Tidak ada individu yang sepenuhnya introvert atau sepenuhnya ekstrovert; karakteristik manusia selalu berubah tergantung pada situasi, pengalaman, dan konteks sosial. Oleh karena itu, menganggap hasil tes sebagai identitas permanen dapat menimbulkan pembatasan psikologis yang nyata.
Fenomena MBTI dan Enneagram menunjukkan ketertarikan masyarakat terhadap cara sederhana untuk memahami diri. Tes ini mudah diakses, menyenangkan untuk dibagikan di media sosial, dan memberikan label yang terasa memuaskan bagi banyak orang.
Namun, popularitas tidak menjamin keakuratan ilmiah. Banyak perusahaan tetap menggunakan tes ini sebagai alat perekrutan karena mudah diterapkan dan memberikan impresi profesional, bukan karena tes ini valid secara psikometrik. Penggunaan MBTI dan Enneagram dalam konteks serius seperti seleksi kerja atau penentuan jalur karier harus disertai pemahaman bahwa hasilnya bersifat indikatif, bukan deterministik.
Individu sebaiknya memandang tes kepribadian ini sebagai sarana refleksi diri yang bersifat santai, bukan sebagai definisi permanen tentang siapa mereka. Kesadaran akan keterbatasan MBTI dan Enneagram dapat membantu orang menghindari jebakan mental, tetap terbuka terhadap pengalaman baru, dan terus mengembangkan potensi diri tanpa dibatasi oleh kategori semu.
Simak Juga : Manfaat Treadmill 10 Menit: Latihan yang Efektif untuk Tubuh