Irama Jiwa – Buku Tangisan Langit karya Imam Sibawaih El-Hasany dan Yunan Askaruzzaman Ahmad merupakan kumpulan kisah religius yang menyentuh hati dan menggugah nurani. Diterbitkan oleh penerbit Lentera Hati. Buku ini menyajikan cerita-cerita penuh makna tentang air mata para Nabi, sahabat. Serta orang-orang saleh yang hidup dengan ketulusan, keikhlasan, serta keteguhan iman. Setiap kisah di dalamnya bukan sekadar narasi spiritual. Akan tetapi juga refleksi tentang bagaimana manusia seharusnya menapaki kehidupan dengan akhlak yang baik.
Melalui tuturan lembut dan bahasa yang menyentuh, Buku Tangisan Langit mengajak pembaca untuk merenungkan kembali hubungan antara manusia dengan Tuhannya. Sebagian kisah menggambarkan kebijaksanaan Nabi Muhammad saw., sebagian lain menyoroti kelembutan hati para sahabat dan keteladanan kaum saleh yang menitikkan air mata bukan karena kelemahan, melainkan karena kedalaman rasa cinta kepada Allah.
Baca Juga : Popularitas MBTI dan Enneagram di Masyarakat Modern Global
Salah satu kisah yang menonjol dalam buku ini adalah tentang Abu ad-Darda’, seorang sahabat Nabi yang terkenal karena ketaatan dan ketulusan hatinya. Dalam cerita tersebut dikisahkan bahwa suatu malam, Abu ad-Darda’ mendirikan shalat sepanjang malam. Ia terus menangis dan tak henti-hentinya memanjatkan doa yang sama, “Tuhan, sebagaimana Engkau baguskan fisikku, baguskan juga akhlakku.”
Kisah itu menjadi begitu menyentuh ketika sang istri, yang menyaksikan suaminya beribadah sepanjang malam, akhirnya bertanya keesokan harinya, “Wahai suamiku, sepanjang malam aku mendengar engkau hanya berdoa dengan kalimat yang sama. Mengapa?” Abu ad-Darda’ menjawab dengan lembut, “Istriku, bukankah muslim yang bagus akhlaknya akan menghuni surga?” Jawaban ini menggambarkan betapa pentingnya akhlak bagi seorang muslim.
Lebih jauh lagi, Abu ad-Darda’ menambahkan sebuah penjelasan yang begitu indah tentang keikhlasan dan keberkahan doa. Ia mengatakan bahwa seorang muslim yang tengah tertidur pun bisa mendapatkan ampunan dari Allah. Apabila saudaranya sesama muslim memohonkan kebaikan dan ampunan baginya saat shalat malam. Hal ini menjadi bukti bahwa kebaikan hati dan keikhlasan dalam mendoakan orang lain memiliki kekuatan yang luar biasa.
Melalui kisah Abu ad-Darda’, buku ini menegaskan pentingnya membangun akhlak yang baik. Akhlak menjadi cerminan keimanan seseorang dan penentu kebahagiaan di akhirat. Orang yang berakhlak mulia akan memperlakukan sesama dengan kasih sayang, tidak menyakiti orang lain, dan selalu mendoakan kebaikan bagi saudara-saudaranya.
Kisah lain yang tak kalah menyentuh adalah tentang Abdullah bin ‘Umar, seorang sahabat Nabi yang dikenal dengan keteguhan iman dan kelembutan hatinya. Dalam buku ini dikisahkan bahwa suatu hari, Ibnu ‘Umar tengah meneguk air di bawah teriknya matahari. Tiba-tiba, air matanya menetes tanpa henti. Ketika seseorang bertanya mengapa ia menangis, Ibnu ‘Umar menjawab bahwa ia teringat pada firman Allah tentang para penghuni neraka yang dihalangi dari apa yang mereka inginkan.
Ketika menikmati air yang menyegarkan itu, ia membayangkan betapa para penghuni neraka sangat merindukan setetes air untuk menghapus dahaga mereka, namun tidak akan pernah mendapatkannya. Dalam firman Allah disebutkan, “Para penghuni neraka berkata, ‘Tuangkanlah air kepada kami atau apa saja rezeki yang telah Allah karuniakan kepadamu, hai penghuni surga.’” Refleksi inilah yang membuat Ibnu ‘Umar menangis tersedu, menyadari betapa besar rahmat Allah yang sering kali diabaikan manusia selama hidup di dunia.
Kisah ini memberikan pelajaran mendalam bahwa kenikmatan dunia tidak akan ada artinya bila tidak digunakan untuk beramal saleh. Air yang kita minum, rezeki yang kita terima, dan waktu yang kita miliki adalah amanah yang harus dipergunakan untuk kebaikan. Tangisan Langit mengingatkan pembaca agar tidak terlena oleh kesenangan duniawi dan selalu memperbanyak amal kebajikan sebagai bekal menuju akhirat.
Melalui kumpulan kisah yang penuh hikmah ini, para penulis berusaha menanamkan nilai-nilai moral dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Ada tiga pesan utama yang bisa dipetik dari buku Tangisan Langit:
Pertama, pentingnya memperbaiki akhlak sebagai bentuk ibadah yang sejati. Akhlak yang baik tidak hanya tercermin dalam ibadah ritual, tetapi juga dalam cara kita memperlakukan sesama dengan kasih sayang dan kejujuran.
Kedua, buku ini mengingatkan pembaca tentang makna air mata dalam konteks spiritual. Menangis bukan tanda kelemahan, melainkan bentuk kepekaan hati terhadap dosa, rasa syukur, dan kerinduan kepada Sang Pencipta.
Ketiga, kisah-kisah di dalamnya menegaskan bahwa kehidupan dunia adalah tempat untuk menanam amal kebaikan. Segala kenikmatan yang kita miliki seharusnya menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, bukan sebaliknya.
Buku Tangisan Langit bukan hanya bacaan religius, tetapi juga refleksi mendalam tentang perjalanan spiritual manusia. Melalui kisah para Nabi, sahabat, dan orang saleh, pembaca diajak untuk meneteskan air mata bukan karena kesedihan, tetapi karena cinta dan rasa takut kepada Allah. Buku ini pantas dibaca siapa saja yang ingin menumbuhkan kembali kepekaan hati dan memperbaiki diri menuju pribadi yang berakhlak mulia.
Simak Juga : Ritual Kecantikan Davina Karamoy: Rahasia Kulit Sehat Harian